Pondok Pesantren dan Madrasah
ISU-ISU KONTEMPORER DI SEPUTAR PENDIDIKAN
ISLAM DI INDONESIA
Oleh : Muhammad Ali
Mahasiswa Pascasarjana STAIN Jurai Siwo Metro
A.
PENDAHULUAN
Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan
sebuah negeri muslim yang unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahirnya Islam
(Mekkah). Meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-tujuh, dunia
internasional mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.
Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional
tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan wujud proses
wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Menurut Nurcholis Madjid, secara
histori pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga
mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia[1].
Karena, sebelum datangnya Islam ke Indonesia pun lembaga serupa pesantren ini
sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan dan
mengislamkannya. Jadi pesantren merupakan hasil penyerapan akulturasi kebudayaan
Hindu-Budha dan kebudayaan Islam kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang
kita kenal sebagai pesantren sekarang ini.
Akar-akar historis keberadaan pesantren di Indonesia dapat di lacak jauh ke
belakang, yaitu pada masa-masa awal datangnya Islam di bumi Nusantara ini dan
tidak diragukan lagi pesantren intens terlibat dalam proses islamisasi
tersebut. Sementara proses islamisasi itu, pesantren dengan canggihnya telah
melakukan akomodasi dan transformasi sosio-kultural terhadap pola kehidupan
masyarakat setempat. Oleh karena itu, dalam prespektif historis, lahirnya
pesantren bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pentingnya pendidikan,
tetapi juga untuk penyiaran agama Islam. Menurut M. Dawam Raharjo, hal itu
menjadi identitas pesantren pada awal pertumbuhannya, yaitu sebagai pusat
penyebaran agama Islam, disamping sebagai sebuah lembaga pendidikan[2].
Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua khas Indonesia. Ia merupakan
sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi para pencita ilmu dan peneliti
yang berupaya mengurai anatominya dari berbagai demensi. Dari kawahnya, sebagai
obyek studi telah lahir doktor-doktor dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari
antropologi, sosiologi, pendidikan, politik, agama dan lain sebagainya.
Sehingga kita melihat pesantren sebagai sistem pendidikan Islam di negeri ini
yang kontribusinya tidak kecil bagi pembangunan manusia seutuhnya.
Pesantren sebagai pranata pendidikan ulama (intelektual) pada
umumnya terus menyelenggarakan misinya agar umat menjadi tafaqquh fiddin
dan memotifasi kader ulama dalam misi dan fungsinya sebagai warasat al
anbiya. Hal ini terus di pertahankan agar pesantren tidak tercerabut dari
akar utamanya yang telah melembaga selama ratusan tahun. Bahwa kemudian muncul
tuntutan modernisasi pesantren, sebagai dampak dari modernisasi pendidikan pada
umumnya, tentu hal itu merupakan suatu yang wajar sepanjang menyangkut aspek
teknis operasional penyelenggaraan pendidikan. Jadi, modernisasi tidak kemudian
membuat pesantren terbawa arus sekularisasi karena ternyata pendidikan sekuler
yang sekarang ini menjadi tren, dengan balutan pendidikan moderen, tidak
mampu menciptakan generasi mandiri. Sebaliknya, pesantren yang dikenal dengan
tradisionalnya justru dapat mencetak lulusan yang berkepribadian dan mempunyai
kemandirian. Pondok pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok kepulauan
nusantara, turut pula menyumbangkan darma bakti dalam usaha mulia “character
building” bangsa Indonesia.[3]
Adapun pada hari-hari kemarin banyak
opini negatip terhadap eksistensi pesantren, bahwa pesantren dinilai tidak
responsip terhadap perkembangan zaman, sulit menerima perubahan (pembaharuan),
dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang tradisional (salafiyah)
pesantren menjadi semacam institusi yang cenderung ekslusif dan isolatif dari
kehidupan sosial umumnya. Bahkan lebih sinis lagi ada yang beranggapan
pendidikan pesantren tergantung selera kyai. Masih banyak orang yang memandang
sebelah mata terhadap pesantren. Hal ini muncul karena memang banyak orang
tidak mengenal dan tidak mengerti tentang pondok pesantren, sehingga mereka
mempunyai penilaian yang salah terhadapnya.
Sesuai dengan Keputusan bersama
Dirjen Binbaga Islam Depag dan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor : E/83/2000 dan
Nomor : 166/C/Kep/DS/2000 Tentang Pedoman Pondok Pesantren Salafiyah,
Pondok Tradisional yang dalam bahasa sering di sebut sebagai Pesantren
Salafiyah adalah salah satu tipe pondok pesantren yang menyelenggarakan
pengajaran pengajian Al- Qur’an dan kitab kuning secara berjenjang atau
Madrasah Diniyah yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya menggunakan
kurikulum khusus pondok pesantren.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding
pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba'ul Ulum
Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh
Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 Madrasah berdiri atas inisiatif dan
realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah ada, pembaharuan
tersebut, meliputi tiga hal, yaitu:
1. Usaha
menyempumakan sistem pendidikan pesantren,
2. Penyesuaian dengan
sistem pendidikan Barat, dan
3. Upaya menjembatani
antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat.
Madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah
dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa
eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping
itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif
bagi peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun
kurikulumnya di dalam salah satu diktum pertimbangkan SKB tersebut disebutkan
perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada
madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke
sekolah-sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Berangkat dari penonena di atas maka
dalam makalah ini penbulis akan membahas tentang : Isu Kontemporer di seputar
Pendidikan Islam, posisi Madrasah dan Pondok Pesantren didalam system
Pendidikan Nasional dengan mengambil setting undang-undang sisdiknas nomor 2
tahun 1989 dan nomor 20 tahun 2003.
B.PEMBAHASAN
Ki Hajar Dewantoro berpendapat bahwa : Pondok Pesantren merupakan dasar dan
sumber pendidikan nasional karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan
pepribadian bangsa Indonesia. Pemerintah juga mengakui bahwa pesantren dan
madrasah merupakan dasar dan sumber pendidikan nasional, oleh karena itu harus
dikembangkan, diberi bimbingan, dan bantuan.[4]
Akan tetapi sedikit sekali pemimpin-pemimpin pesantren ( kyai) yang menyadari
potensi pesntren bagi pembangunan nasional, sedikit sekali yang mau instropeksi
secara obyektif untuk beradaptasi secara positif terhadap tuntutan masyarakat
dan perkembangan zaman. Namun secara perlahan-lahan pemerintah membina dan
mengarahkan pesantren agar bersikap adaptif terhadap perkembangan masyarakat.
Akhirnya, pesantren mulai mengadopsi sistem pendidikan Islam modern, seperti
madrasah. Pesantren sulit menerima perubahan secara total agar menjadi lembaga
pendidikan semacam madrasah, dengan pendirin madrasah di dalam pesantren,
pesantren tetap dapat dipertahankan sebagai tempat belajar agama Islam bagi
para snteri yang tinggal di pesantren atau disekitar pesantren. Selain itu kyai
tetap bisa mengamalkan praktek agama sesuai dengan tradisi pesantren yang
berlaku sejak sebelum Indonesia merdeka. Dengan mendirikan madrasah, pesantren
dapat memberikan relevensinya bagi tuntutan zaman dan masyarakat.
Sebelumnya santri- santri yang hanya memperdalam pengetahuan agama di pesantren
banyak menghadapi kesulitan untuk melanjutkan pendidikan dan di lapangan kerja
karena mereka tidak menguasai keterampilan atau pengetahuan umum, bahkan tidak
juga ijazah sebagai bukti formal bahwa mereka telah mempunyai kemampuan mejadi
guru agama. Dengan didirikannya madrasah, santri yang belajar di madrasah,
apalagi yang mendapat pengakuan dari Departemen Agama yang saat ini menjadi
Kementerian Agama, akan mendapat kesmpatan lebih besar dalam melanjutkan
pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu pesantren Tebuireng Jombang adalah pesantren pertama yang
mendirikan SMP dan SMA, langkah ini kemudian diikuti oleh pesantren-pesantren
lain.
Sedangkan madrasah bukan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi
berasal dari dunia Islam Timur Tengah yang berkembang sekitar abad ke-10 M,
atau 11 M.
Dengan demikian maka kajian historis tentang pendidikan Islam di Indonesia
sejak awal masuknya Islam ke Indonesia dapat dibagi kepada tiga fase. Fase
pertama sejak mulai tumbuhnya pendidikan Islam, awal masuknya Islam ke
Indonesia sampai munculnya zaman pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.
Fase kedua sejak masuknya ide-ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia,
dan ketiga sejak di undangkannya undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional ( UU No. 2 Tahun 1989 dan dilanjutkanya dengan UU No. 20 Tahun 2003),
Setiap Pase ditandai dengan cirihas masing-masing.
Fase pertama adalah fase awal dimulai dengan munculnya pendidikan informal,
yang dipentingkan pada tahap awal adalah pengenalan nilai-nilai Islam,
selanjutnya baru muncul lembaga-lembaga pendidikan Islam yang diawali dengan
munculnya masjid, pesantren dimana fase ini materi pelajaran terkonsentrasi
kepada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu agama, seperti tahuid, fiqih,
tasawuf, akhlak, tafsir, hadist dan lain-lain yang sejenis dengan itu[5]
Dalam fase pertama ini di mana pendidikan Islam haya terpokos kepada pendidikan
Agama bahkan muncul opini negatip terhadap eksistensi pesantren, bahwa
pesantren dinilai tidak responsip terhadap perkembangan zaman, sulit menerima
perubahan (pembaharuan), dengan tetap mempertahankan pola pendidikannya yang
tradisional (salafiyah) pesantren menjadi semacam institusi yang
cenderung ekslusif dan isolatif dari kehidupan sosial umumnya. Bahkan lebih
sinis lagi ada yang beranggapan pendidikan pesantren tergantung selera kyai.
Fase kedua adalah fase ketika masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran
Islam ke Indonesia. Sejak abad ke 19 masehi telah berkumandang ide-ide
pembaharuan pemikiran Islam ke seluruh dunia Islam, dimulai dari gerakan
pembaharuan di Mesir, Turki, Saudi Arabia dan juga Indonesia. Dengan dipelopori
Abdullah ahmad di Indonesia maka dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran modern
yang berkembang di dunia Pendidikan.
Ada beberapa tokoh yang berpengaruh yang membantu menggerakkan pembaharuan
tersebut diantaranya : Syekh Muhammad Jamil Jambek, Haji Karim Amrullah, Haji
Abdullah Ahmad, Ibrahim Musa Parabek, di Sumatra Barat, di Jawa muncul tokoh H.
Ahmad Dahlan dengan gerakan Muhammadiyahnya, H. Hasan dengan gerakan persis (
Persatuan Islam), Haji Abdullah Halim dengan gerakan perserikatan ulama, K.h.
Hasyim Asy’ary dengan organisasi Nahdatul Ulama.[6]
Sementara menurut Steenbrink ada empat factor yang mendorong munculnya
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia :
1. Sejak tahun
1990 telah banyak pemikiran untuk kembali ke al-Qur’an dan Sunnah yang
dijadikan titik tolak menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
2. Dorongan
kedua, adalah sifat perlawanan nasional terhadap penguasa colonel Benalda.
3. Dorongan
ketiga, adanya usah-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dalam
bidang sosial dan ekonomi.
4. Banyak yang
tidak puas dengan metode pendidikan tradisional di dalam mempelajari Al-Qur’an
dan studi agama.[7]
Dari empat pendapat Steenbrink di
atas pokok yang diperbaharui adalah : Pertama, materi pelajaran. Dimana sebelum
lahirnya ide-ide pembaharuan pendidikan terpokus kepada pelajaran agama yang
terkonsentrasi kepada kitab-kitab klasik seperti yang penulis telah uraikan
sebelumnya, setelah masa pembaharuan pendidikan Islam materi pembelajarannya
tidak lagi hanya sekedar pendalaman ilmu-ilmu agama tetapi juga ilmu
pengetahuan umum seperti aljabar, ilmu ukur, ilmu alam, kimia, ilmu hayat,
ekonomi, tata Negara, bahsa inggris, dan lainnya.serta metodo pembelajaran
tidak lagi terpaku kepada metode sorogran tetapi berkembang kepada metodo
lainnya.
Dengan demikian salah satu lembaga
pendidikan yang lahir sebagai hasil dari pembaharuan itu adalah madrasah,
sementara perkataan madrasah baru popular di Indonesia setelah awal abad kedua
pulu, padahal madrasah di dunia Islam telah berkembang sejak abad ke-sepuluh
dan ke-sebelas Masehi. Madrasah di Indonesia adalah perpaduan antara
pesantren dan sekolah, ada unsur-unsur yang diambil dari pesantren ada pula dari
sekolah, unsur yang diambil dari pesantren adalah ilmu agama dan dari sekolah
adalah ilmu pengetahuan umum.
Namun sebagaimana kita ketahui bahwa
hingga saat ini munsul isu dan problema yang dihadapi oleh Madrasah
Problema-problema tersebut diantaranya adalah :
1. Madrasah
telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah bukan merupakan
kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa pesantren merupakan bentuk lembaga
pendidikan Islam pertama di Indonesia.
2. Terdapat
dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah diidentikkan
dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang relativ sama dengan
sekolah umum. Di sisi lain madrasah dianggap sebagai pesantren dengan system
klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah diniyah.
Dengan demikian maka penulis
berasumsi bahwa sebagai subsistem pendidikan nasional, madrasah belum memiliki
jati diri yang dapat dibedakan dari lembaga pendidikan lainnya. Efek
pensejahteraan madrasah dengan sekolah umum yang berkaitan berkurangnya
propesi pendidikan agama dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30% agama dan 70%
umum dirasa sebagai tantangan yang melemahkan eksistensi pendidikan Islam.
Bahkan ada beberapa permasalahan yang muncul saat ini diantaranya adalah:
1. Berkurangnya
muatan materi agama. Hal ini dilihat sebagai upaya pendangkalan pemahaman
agama, karena muatan kurikulum agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak
muslim sejati, apalagi kemudian dikurangi
2. Tamatan
Madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak mendalam sedangkan
pengetahuan umumnya juga rendah.
Oleh karena itu maka asumsi penulis
bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-undangan Negara, memunculkan
dualisme system Pendidikan di Indonesia. Dualisme pendidikan di Indonesia telah
terjadi dilemma yang belum dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualiseme ini
bahkan tidak hanya berkenaan dengan sistem pengajarannya tetapi juga menjurus
pada keilmuannya. Pola pikir yang sempit cendrung membuka gep antara ilmu-ilmu
agam Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu bukan
Islam. Padahal dikotomi keilmuan ini justeru menjadi garapan bagi para pakar
pendidikan Islam untuk berusaha menyatukan keduanya.
Kemudian masih adalagi problema
dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang manajerialnya, khususnya di
lembaga swasta. Lembaga swasta umumnya memiliki dua top manager yaitu kepala
madrasah dan ketua yayasan. Meskipun telah ada garis kewewenangan yang
memisahkan kedua top manager ini, yakni kepala madrasah memegang kendali akademik
sedangkan ketua yayasan membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di
dalam praktek terjadi overlapping, munculnya kreativitas inovatif dari kalangan
muda terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi
yang demikian ini mengarah pada ujung ekstrem negarif, hingga muncul kesan
bahwa meluruskan langkah atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap
tabiat su’ul adab. Permasalahan inipun smapai saat ini masih sulit
diatasi atau dikendalikan.
Perkembangan berikutnya adalah fase
ketiga, yakni setelah diundang-undangkannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang
diikuti dengan lahirnya sejumlah peraturan pemerintah tentang pendidikan,
selanjutnya diikuti pula dengan lahirnya UU No.20 Tahun 2003.
·
PP No.27
Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah.
·
PP No.28
Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
·
PP No. 29
Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
·
PP No.30
Tahun 1990 yang kemudian disempurnakan dengan PP.60 Tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi.
·
PP No.72
Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
·
PP No. 73
Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.
·
PP N0.38
Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan
·
PP No.39
Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah tentang pendidikan ini masih
mengacu kepada UU No 2 Tahun 1989.[8]
Ada beberapa pasal dalam UU No. 20
Tahun 2003 yang menyinggung tentang Pendidikan Islam. Di dalam atauran tersbeut
setidaknya ada tiga hal yang terkait dengan pendidikan Islam. Pertama.
Kelembagaan formal norformal dan informal didudukkannya lembaga madrasah
sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui berdasarkannya setara
dengan lembaga pendidikan sekolah. Dan dipertegas pula tentang kedudukannya
sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam, selanjutnya diakui majelis
taklim sebagai pendidikan nonformal dan masukan Raudhalatul Athfal sebagai
lembaga pendidikan anak usia dini, dan dipertegas pula tentang pesantren
sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Kedua pendidikan Islam sebagai mata
pelajaran dikokohkannya mata pelajaran agama sebagai salah satu mata pelajaran
yang wajib diberikan kepada peserta didikdi semua jalaur, jenis dan jenjang
pendidikan. Ketiga. Pendidikan Islam sebagai nilai, Tedapat seperangkat niali
–nilai Islami dalam sistem Pendidikan Nasional.[9]
Pendidikan memiliki nialai yang
stratehis dan urgen dalam pendidikan suatu Negara, Pendidikan itu juga berupaya
untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, sebab lewat pendidikanlah
akan diwariskan niali-niali luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, karena
itu pendidikan tidak hanya berfungsi untuk haow to know dan how to do, yang
hamat penting adalah hpe to be bagimana supaya how to be, terwujud maka
diperlukan transfer budaya dan kultur.
Oleh karena itu demikian pentinggnya
maslah yang berkenaan dengan pendidikan maka perlu diatur suatu atauran yang
berlaku mengenai pendidikan tersebut, yang dipayungi dalam sistem pendidikan
nasional. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari
semua satuan laiinya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Bangsa Indonesia di awal
kemerdekaannya sungguh sangat serius untuk membenahi pendidikan. Ada beberapa
catatan sejarah dari kronologisnya menunjukkan keseriusan dan kesungguhan pada
pendiri Negara ini untuk membenahi pendidikan. Catatan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Tahun 1946,
membentuk panitia penyelidik pendidikan dan pengajaran.
2. Tahun 1947,
Kongrs pendidikan I di Solo.
3. Tahun 1948,
membentuk panitia pembentukan tancangan undang-undang pendidikan.
4. Tahun 1949,
Kongres Pendidikan II di Yogyakarta.
5. Tahun 1950,
lahirnya UU No.4 Tahun 1950 undang-undang tentang Dasar pendidikan dan
Pengajaran,
6. Tahun 1954,
lahirnya UU No 12 tahun 1954 tentang peryataan berlakunya NN No.4 tahun 1950.
7. Tahun 1961,
lahirnya undang-undang tentang Perguruan Tinggi.
8. Tahun 1965,
lahirnya Majelis pendidikan Nasional
9. Tahun 1989,
lahirnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional .UU No 2 Tahun 1989.
10. Tahun 1990, lahirnya PP
27,28,30,tahun 1990.
11. Tahun 1991, lahirnya PP 72,73 tahun
1991
12. Tahun 1992, lahirnya PP 38, 39
13. Tahun 1999, lahirnya PP 60 dan 61
14. Tahun 2003, lahirnya undang-undang
tentang Sistem pendidikan Nasional yaitu UU No.20 tahun 2003 pengganti dari UU
No.2 Tahun 1989.[10]
Undang-undang Dasar 1945 Bab XIII,
Pasal 31 ayat (2), mengamanakan bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan
dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai” suatu sistem pendidikan Nasional”.
Sistem pendidikan nasional
dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu, : Semesta dalam arti
terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah Negara, menyelurh dalam
arti kata mencakaup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan terpadu
dalam arti adanya saling terkait antara pendidikan nasional dengan seluruh
usaha pembangun nasional.
Pendidikan Naisonal mempunyai sistem
pendidikan sebagi pranta sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang.
C. KESIMPULAN
1. Pesantren merupakan sistem pendidikan tertua khas
Indonesia
2. pesantren Tebuireng Jombang
adalah pesantren pertama yang mendirikan SMP dan SMA, langkah ini kemudian
diikuti oleh pesantren-pesantren lain.
3. Menurut M.
Dawam Raharjo, identitas pesantren pada awal pertumbuhannya, yaitu sebagai
pusat penyebaran agama Islam, disamping sebagai sebuah lembaga pendidikan
4. madrasah
bukan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia Islam
Timur Tengah yang berkembang sekitar abad ke-10 M, atau 11 M.
5.
Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem
pendidikan Islam yang telah ada, pembaharuan tersebut, meliputi tiga hal,
yaitu:
a. Usaha menyempumakan sistem pendidikan pesantren,
b. Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan
c. Upaya menjembatani
antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat.
6. Sementara menurut Steenbrink ada
empat factor yang mendorong munculnya pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia
:
1). Sejak tahun 1990 telah banyak
pemikiran untuk kembali ke al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak
menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
2). Dorongan kedua, adalah
sifat perlawanan nasional terhadap penguasa colonel Benalda.
3) Dorongan ketiga, adanya
usah-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dalam bidang sosial
dan ekonomi.
4). Banyak yang tidak puas dengan
metode pendidikan tradisional di dalam mempelajari Al-Qur’an dan studi agama.
7. Problema yang dihadapi oleh Madrasah diantaranya
adalah :
1). Madrasah telah kehilangan akar
sejarahnya, artinya keberadaan madrasah bukan merupakan kelanjutan pesantren,
meskipun diakui bahwa pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam
pertama di Indonesia.
2). Terdapat dualisme pemaknaan
terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah diidentikkan dengan sekolah karena
memiliki muatan secara kurikulum yang relativ sama dengan sekolah umum. Di sisi
lain madrasah dianggap sebagai pesantren dengan system klasikal yang kemudian
dikenal dengan madrasah diniyah.
8. Efek pensejahteraan madrasah
dengan sekolah umum yang berkaitan berkurangnya propesi pendidikan agama
dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30% agama dan 70% umum dirasa sebagai
tantangan yang melemahkan eksistensi pendidikan Islam
9. Beberapa
permasalahan yang muncul saat ini diantaranya adalah:
1). Berkurangnya muatan materi
agama. Hal ini dilihat sebagai upaya pendangkalan pemahaman agama, karena
muatan kurikulum agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati,
apalagi kemudian dikurangi
2). Tamatan Madrasah serba tanggung.
Pengetahuan agamanya tidak mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Faisal Ismail, Percikan Pemikiran Islam,
(Yogyakarta : Bina Usaha, 1984
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung, Cipta Pustaka Media, 2001
Karel
Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta, LP3ES. 1986
M. Dawam Raharjo, “Perkembangan Masyarakat dalam
Perspektif Pesantren”, Pengantar dalam M. Dawam Raharjo (ed), Pergaulan
Dunia Pesantren : Membangun dari Bawah (Jakarta : P3M, 1985
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah
Potret Perjalanan, Cet. 1, Jakarta : Paramadina, 1997
Undang-Undang RI, Nomor 2 Tahun 1989, Undang-Undang
tentang Pendidikan Nasional, Semarang tugu Muda 1989.
Undang-undang Sisdiknas, UU No.20 tahun 2003,
Departemen Agama RI,Jakarta,2003
Yasmadi, Modernisasi
Pesantren, Ciputat, PT Ciputat Pres, 2005
[1] Nurcholish
Madjid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan, Cet. 1
(Jakarta : Paramadina, 1997), p. 3
[2] M. Dawam Raharjo, “Perkembangan
Masyarakat dalam Perspektif Pesantren”, Pengantar dalam M. Dawam Raharjo
(ed), Pergaulan Dunia Pesantren : Membangun dari Bawah (Jakarta : P3M,
1985), p. vii.
[8] Undang-Undang RI, Nomor 2 Tahun
1989, Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional, Semarang tugu Muda 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar